Pertanyaan yang sering muncul dari seseorang yang sedang mencari perguruan tinggi adalah: universitas mana yang harus saya pilih? Pertanyaan lainnya: apakah universitas X bagus mutunya, bagaimana bila dibandingkan dengan universitas Y?

Memilih perguruan tinggi untuk studi doktoral beda dengan memilih untuk studi S1 atau S2. Studi S3 lebih bersifat individual dan mandiri, sehingga faktor-faktor penentu pilihannyapun berbeda. Untuk memilih sekolah untuk S3, faktor-faktor umum seperti ranking perguruan tinggi menjadi kurang relevan. Justru hal-hal yang bersifat spesifik yang lebih menentukan. Berikut ini beberapa faktor yang bisa dipertimbangkan.

Reputasi bidang. Yang penting bukanlah klaim bahwa perguruan tinggi yang dipilih menduduki peringkat tinggi dalam THES, Webometrics, atau skema-skema pemeringkatan lainnya, karena peringkat-peringkat tersebut berlaku umum untuk lingkup seluruh perguruan tinggi. Indikasi yang diberikan tidak secara spesifik menunjuk ke bidang yang akan digeluti oleh calon mahasiswa.

Kriteria yang lebih tepat adalah melihat reputasi bidang yang akan digeluti, terutama pada aspek risetnya. Mengapa demikian? Karena studi S3 berlangsung dalam sebuah lingkungan yang spesifik, di bidang yang spesifik pula. Institusi dengan reputasi tinggi di bidang tertentu akan menempatkan mahasiswa dan risetnya pada tempat yang terhormat juga. Pada akhirnya mahasiswa juga bisa lebih mudah untuk mendapatkan pengakuan (recognition) terhadap hasil risetnya. Mengukur reputasi bidang sebenarnya mudah: perhatikan saja publikasi riset dosen-dosen yang ada di sana. Perhatikan di jurnal-jurnal mana mereka mempublikasikan tulisan-tulisan mereka. Indikator lainnya adalah paten-paten yang dihasilkan dosen, keterlibatan dosen dalam fora ilmiah internasional, dan penghargaan-penghargaan yang diterima.

Pembimbing. Pembimbing adalah faktor penentu keberhasilan studi. Bukan hanya karena ia adalah orang yang mengawal proses studi dan memberikan bantuan serta arahan saat diperlukan, tapi juga karena ia adalah orang yang berhak mengambil keputusan-keputusan penting terkait dengan studi mahasiswa. Ada dua faktor penting yang perlu diperhatikan dalam memilih pembimbing: bidang risetnya dan kemampuannya dalam membimbing. Secara lebih rinci keduanya akan dibahas dalam bagian lain di bab ini.

Fasilitas dan sumber daya lainnya. Untuk bidang-bidang tertentu, dukungan peralatan lab atau bahan-bahan khusus mutlak diperlukan agar riset bisa berjalan. Jika calon mahasiswa sudah mantap akan melakukan penelitian dengan topik tertentu, carilah perguruan tinggi yang dapatĀ  menyediakan sarana dan sumber daya yang diperlukan. Pada kenyataannya yang sering terjadi, terutama di perguruan-perguruan tinggi di negara sedang berkembang, adalah sebaliknya. Topik riset harus disesuaikan dengan ketersediaan fasilitas dan peralatan. Ini adalah solusi yang realistis, tapi tentu saja tidak optimal.

Selain fasilitas lab dan perlengkapan spesifik lainnya, calon mahasiswa perlu juga memperhatikan ketersediaan fasilitas pendukung yang lebih umum, misalnya perpustakaan, fasilitas TIK dan koneksi Internet, dan sarana-sarana fisik lainnya.

Lingkungan akademik. Selama menjalankan studinya, seorang mahasiswa S3 akan dikelilingi oleh dosen dan mahasiswa lain. Komunitas ini membentuk lingkungan akademik di tempat tersebut. Mahasiswa dapat memanfaatkan komunikasi dan interaksi yang terbentuk untuk mendukung studinya, misalnya untuk berdiskusi tentang problem-problem riset, atau untuk hal-hal kecil seperti relaksasi, rekreasi, dan sebagainya. Bila cocok, lingkungan akademik dapat menjadi motivator dan pendukung yang kuat dalam menjalankan riset. Lingkungan yang baik lambat laun akan membentuk pola dan kebiasaan yang baik pula.

Lingkungan non-akademik. Bagaimanapun juga seorang mahasiswa S3 perlu menjalani hidup yang seimbang, antara aspek akademik maupun non-akademik. Ada sisi-sisi kehidupan selain riset yang juga perlu dipelihara dan dikembangkan. Di sinilah lingkungan non-akademik berperan. Dalam memilih perguruan tinggi, faktor-faktor seperti lokasi/kota tempat perguruan tinggi, budaya dan bahasa lokal, jenis makanan, sampai ke keberadaan orang-orang yang berasal dari daerah yang sama juga perlu diperhatikan. Menjalani studi S3 pada akhirnya hanyalah sepotong dari rangkaian kehidupan sebagai manusia. Menjadi kewajiban tiap orang, termasuk mahasiswa S3, untuk menjaga keseimbangan hidupnya. Lingkungan non-akademik bisa membantu mahasiswa dalam menjaga keseimbangan tersebut.

Bagaimana cara mendapatkan informasi tentang hal-hal tersebut di atas? Ada informasi yang bisa diperoleh secara langsung melalui Internet, seperti tentang program-program studi, daftar dosen dan minat risetnya, tapi ada pula informasi yang bersifat subtle, tidak mudah diketahui tanpa harus melalui sumber-sumber yang terpercaya. Mengetahui bagaimana atmosfer riset misalnya, jelas tidak bisa dilakukan via Web. Informasi seperti ini hanya bisa diperoleh dari orang-orang yang benar-benar terlibat dan berada di dalamnya, misalnya kenalan/teman yang sedang/pernah bersekolah di sana.