Saya sering dimintai bantuan untuk membuat surat rekomendasi bagi mahasiswa yang akan melamar beasiswa untuk ikut program studi lanjut, pertukaran mahasiswa, kunjungan singkat, dan sebagainya. Tadi siangpun ada mahasiswa yang meminta saya membuatkan surat rekomendasi itu. Iseng-iseng saya tanya,”Mas, tujuan anda mencari beasiswa ke luar negeri ini untuk apa?”. Dia menjawab,”Saya ingin belajar tentang teknologi informasi pak.” Saya lalu bilang lagi,”Mas, andaikan yang bertanya seperti itu adalah pemberi beasiswa, pasti anda tidak lolos seleksi. Dia tidak akan tertarik dengan jawaban yang naif semacam itu.” Dia akan berpikir,”Ngapain saya harus susah-susah keluar uang untuk membiayai anda belajar TIK di luar negeri? Di Indonesia saja kan bisa…”
Sepertinya masih banyak mahasiswa yang belum mengerti bagaimana menempatkan dirinya sebagai pelamar beasiswa yang baik. Melamar beasiswa itu artinya meminta beasiswa, dan situasinya selalu saja ada banyak orang lain yang juga meminta beasiswa yang sama, sementara ketersediaannya terbatas. Pemberi beasiswa harus memilih siapa yang layak diberi beasiswa. Jadi dari kacamata pelamar, dia harus berusaha agar terpilih.
Bagaimana agar dapat terpilih? Sederhananya, seseorang akan terpilih jika pemberi beasiswa tertarik padanya. Jadi persoalannya adalah bagaimana bisa menarik perhatian pemberi beasiswa sehingga ia mau memberikannya kepada kita.
Ada banyak strategi untuk membuat pemberi beasiswa tertarik. Yang paling mendasar, penuhilah persyaratan administrasi yang ditetapkannya. Kalau dia meminta dokumen A, B, C, dan D, berikanlah dokumen A, B, C, dan D. Pada saat menyerahkan dokumen-dokumen tersebut, atur dan tatalah dengan rapi sehingga mudah diakses dan dibaca.
Yang kedua, pahamilah keinginan si pemberi beasiswa. Jangan dikira sebuah beasiswa diberikan secara free dan tidak mengharapkan balasan sama sekali. Pasti ada keinginan atau kepentingan pemberi beasiswa yang melatarbelakanginya. Sayangnya agak sulit untuk menebak, karena biasanya keinginan tersebut tidak muncul secara eksplisit. Keinginan itu seringkali berjangka panjang dan bersifat strategis, sehingga tidak mudah untuk dilihat. Sebagai contoh, Australia memberikan beasiswa untuk banyak mahasiswa Indonesia karena negara itu melihat Indonesia punya peran penting dalam menjaga kestabilan kawasan dan meningkatkan hubungan bilateral antara kedua negara. Beasiswa lain semacam Endeavour (Australia) atau Chevening (Inggris) secara jelas membidik calon-calon pemimpin masa depan (future leaders).
Setelah berhasil mengidentifikasi kira-kira apa keinginan si pemberi beasiswa, cobalah menempatkan diri dalam kerangka keinginan/harapan tersebut. Seolah-olah katakan kepada pemberi beasiswa,”Hey donor, kalau engkau punya keinginan seperti itu, aku mampu membantumu merealisasikannya.”
Caranya bagaimana? Di sinilah peran “statement of purpose” menjadi penting. Dalam banyak formulir aplikasi, ada isian tentang tujuan kita melamar beasiswa tersebut. Isikan tujuan kita dan buatlah tujuan tersebut berada dalam kerangka keinginan si donor. Tujuan kita mungkin cukup spesifik dan sempit, tapi posisikan tujuan mikro tersebut sebagai bagian dari tujuan makro yang dikehendaki oleh pemberi beasiswa. Kita ingin menanamkan kesan bahwa kita punya harapan yang sama dengan pemberi beasiswa, dan kita bisa menjadi bagian dari usaha merealisasikan harapan tersebut. Logikanya sederhana saja. Seseorang yang dibantu merealisasikan keinginannya pastilah senang. Harapannya, dia kemudian ganti bersedia membantu kita.
Sebagai contoh, anda ingin melamar beasiswa Chevening untuk belajar tentang TIK di Inggris. Karena Chevening jelas-jelas sangat menonjolkan aspek kepemimpinan, maka tunjukkan faktor ini dalam statement of purpose anda. Anda bisa menyatakan, misalnya, ingin belajar tentang teknologi informasi ke Inggris untuk kelak diterapkan dalam program-program pembelajaran inovatif berbasis TIK bagi masyarakat pedesaan. Jelaskan bagaimana rencana anda setelah selesai studi di Inggris, dan tunjukkan bahwa anda bisa memenuhi harapan Chevening dalam menjadi leader dan inovator bagi pembangunan daerah.
Setelah menyampaikan apa tujuan anda mencari beasiswa, tunjukkan bahwa dalam mencapai tujuan itu anda punya “modal”. Modal di sini bisa berarti kemampuan atau pengalaman yang mendukung usaha-usaha anda (kelak) dalam mencapai tujuan anda tadi. Di sinilah CV anda menjadi penting. Informasi dalam CV akan menunjukkan apakah tujuan anda itu realistis atau tidak. Tujuan akan dianggap tidak realistis jika tidak didukung oleh track record yang menunjang. Karena itu, tunjukkan track record anda selama ini dalam CV, dan tekankan terutama pada item-item yang terkait dengan perjalanan anda dalam mencapai tujuan. Jadi antara tujuan melamar beasiswa dan CV memang perlu ada keselarasan. Jadi jika tujuan anda melibatkan perencanaan dan eksekusi program pengembangan TIK yg melibatkan banyak pihak, track record pengalaman berorganisasi menjadi penting. Sebaliknya jika tujuan anda berfokus pada riset, kemampuan akademik dan pengalaman riset akan lebih diutamakan.
Satu tips lagi: berikan sesuatu yang melebihi ekspektasi pemberi beasiswa. Jika anda melakukan itu, pemberi beasiswa akan punya kesan bahwa anda sangat serius dalam menyiapkan aplikasi anda. Sebagai contoh, dulu waktu saya melamar beasiswa AIDAB, tidak ada syarat keharusan mendapatkan surat rekomendasi dari calon supervisor. Meskipun demikian, saya tetap mencari surat tersebut dan melampirkannya dalam berkas aplikasi. Saya ingin pemberi beasiswa punya kesan bahwa saya sangat siap untuk diberi beasiswa. Syarat akademik oke, skor IELTS oke, surat penerimaan dari universitas tujuan oke, ditambah dengan rekomendasi dari calon profesor. Dari sisi berkas, tidak ada alasan bagi donor utk menolak aplikasi saya.
Yang terakhir: jangan lupa berdoa. Bagaimanapun juga Tuhanlah yang menentukan hasil akhir ikhtiar kita. Good luck!